Karakterisasi Diri Sejak Dini dalam Islam
Tulisan ini pernah diikutsertakan dalam “Lomba Essay Se-Jabodetabek sebagai rangkaian kegiatan Syahrut Tarbiyah 2012 LDK UNJ”
oleh: Siti Hadianti
Suasana di dalam ruang kelas tersebut hening, tak ada suara. Sang guru berdiri di depan dan terlihat berkonsentrasi mengawasi para siswa yang sedang mengerjakan soal ujian. Di sudut ruangan duduk seorang anak yang sedang sibuk membaca setiap pertanyaan. Sesekali dia menengok ke kanan untuk melihat temannya yang sedang melemaskan jemari tangan. Kemudian dia kembali melihat kertas ujian dan mulai menjawab pertanyaan. Suasana di kelas tetap hening. Kode terpecahkan.
Praktek mencontek di sekolah seperti sudah menjadi tradisi bangsa ini. Bagi kebanyakan siswa, mencontek adalah hal yang biasa dan bukan sebuah hal yang patut dipusingkan. Mengapa siswa mencontek? Masing-masing siswa tersebut pasti punya alasannya sendiri, entah malas mengerjakan, kurang percaya diri atau memang tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan. Apapun alasannya, mencontek tetaplah mencontek dan mencontek adalah sebuah kejahatan. Mencontek adalah suatu bentuk pencurian hak milik orang lain. Mencontek adalah korupsi.
Apakah tradisi mencontek tersebut ada hubungannya dengan posisi Indonesia yang menempati urutan ke-100 negara terkorup di dunia dari 183 negara yang disurvei oleh Corruption Perception Index/CPI tahun 2011 (kompas.com)? Mungkin saja. Korupsi di negara ini bagai sudah mendarah daging. Anggaran pemerintah yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat malah disisihkan ke dalam kantong pribadi. Akibatnya? Kemiskinan dan kebodohan yang menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Tidak semua anak Indonesia merasakan nikmatnya mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Banyak dari mereka terpaksa berdamai dengan kondisi ekonomi yang menghimpit setiap hari. Orang tua sudah tindak sanggup membiayai sekolah anak-anak mereka. Kebanyakan dari mereka sudah mengibarkan bendera putih alias menyerah dengan keadaan. Jangankan untuk sekolah, untuk makan saja susah. Begitu kata mereka.
Mengapa kita tidak seperti Norwegia yang dinobatkan menjadi negara terbaik di dunia oleh UNDP karena semuanya serba gratis disana? Atau Finlandia yang juga membebaskan biaya pendidikan sehingga semua warga Finlandia bisa bersekolah dengan gratis? Apa karena pemerintah? Masyarakat? Atau sistem? Ternyata ketiga komponen penting itu saling terkait satu sama lain.
Sistem pendidikan di Indonesia sering menyulitkan siswa. Para siswa dari jenjang SD, SMP hingga SMA bahkan perguruan tinggi lebih banyak diarahkan untuk mendapatkan nilai yang baik. Mereka tidak secara maksimal diarahkan untuk membentuk kepribadian yang baik. Akibatnya, mental kebanyakan siswa tersebut lemah dan inginnya serba instan.
Bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Sekolah-sekolah di Indonesia harus menanamkan pendidikan karakter kepada para siswanya. Diharapkan siswa tidak hanya pintar dalam menguasai pelajaran tetapi juga pintar dalam menguasai diri. Pendidikan karakter dapat membentuk kepribadian siswa yang jujur, taat dan disiplin. Apabila setiap anak diberikan pendidikan semacam ini maka anak tersebut akan memiliki kepribadian yang baik dan kuat. Dia akan menjadi agent of change yang dapat membangun negara ini dengan lebih baik.
Anak yang berkarakter jujur, taat dan disiplin tersebut tidak akan berlaku curang apalagi melakukan korupsi. Jika anak-anak ini menduduki kursi pemerintahan, maka bisa dipastikan perlahan-lahan Indonesia akan lepas dari jerat lingkaran setan korupsi. Korupsi yang telah menjadi momok mengerikan bagi negara tercinta ini.
Pendidikan karakter diharapkan mampu menjadi solusi permasalahan yang banyak dialami negeri ini, baik masalah-masalah kecil maupun besar. Mulai dari masalah birokrasi pemerintah yang rumit, banjir, perusakan fasilitas umum, pendidikan yang diskriminatif, hingga transportasi darat yang serabutan.
Contoh yang paling sederhana adalah membuang sampah. Orang yang tidak memiliki kepedulian akan membuang sampah tidak pada tempatnya. Misalnya, jika ada seseorang yang membuang sampah sembarangan ke tanah, maka akan ada kemungkinan orang yang melihat sampah di tanah itu menganggap bahwa tidak masalah membuang sampah di tempat yang sudah ada sampahnya walaupun itu bukan tempat sampah. Sebaliknya, orang yang memiliki kepedulian pasti akan membuang sampah pada tempat yang seharusnya. Sikap peduli ini adalah karakter. Bayangkan jika semua orang Indonesia berkarakter seperti ini? Contoh yang lain adalah perilaku konsumtif yang dimiliki kebanyakan orang Indonesia. Orang Indonesia dikenal sebagai orang yang suka ikut-ikutan. Jika ada gadget terbaru misalnya, tidak berapa lama banyak orang yang sudah punya. Kita terus membeli dan membeli, kapan kita memproduksi sendiri?
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin adalah the way of life. Islam bukan sekadar ideologi. Islam adalah jalan hidup. Islam adalah ketenangan. Islam menuntun kita untuk menghargai diri sendiri dan orang lain. Mengapa banyak pelajar yang tawuran? Karena mereka belum menjadikan Islam sebagai the way of life. Mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) yang diajarkan di sekolah seminggu sekali nyatanya tak berdampak signifikan pada perilaku kebanyakan siswa. Selain tawuran, para siswa masih dengan santai mencontek atau melakukan perbuatan-perbuatan buruk lainnya.
Para guru dan orang tua harus menanamkan pendidikan karakter kepada anak-anak. Anak-anak penerus bangsa ini harus memiliki kecerdasan intelijen, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang seimbang. Jangan sampai anak-anak tersebut hanya pintar tetapi tidak bermoral. Anak-anak tersebut tidak cukup hanya pintar tetapi juga harus memiliki karakter. Puncak karakter seorang muslim adalah takwa.
Pendidikan merupakan salah satu faktor pembentuk peradaban yang berarti peradaban Islam dibentuk oleh pendidikan. Ibnu Sina dan banyak ilmuwan muslim lainnya mengenyam pendidikan yang luar biasa. Mereka menimba ilmu sambil menyebarkan Islam. Dengan kecerdasan yang seimbang, mereka mampu menemukan berbagai hal berguna yang kita manfaatkan hingga detik ini.
Islam mengajarkan bagaimana seseorang itu harus jujur, taat, disiplin, rendah hati dan suka menolong. Islam mengajarkan betapa tercelanya mengambil sesuatu yang bukan haknya. Islam mengajarkan bagaimana memperlakukan orang lain dengan sopan dan hormat. Islam mengajarkan bagaimana kita harus tetap optimis karena di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Islam mengajarkan pendidikan berkarakter sejak kita dilahirkan ke dunia.
Ingatkah ketika seorang anak dilahirkan dan yang pertama kali ia dengar adalah suara adzan yang merdu dari ayahnya-jika beruntung. Ketika tumbuh dan berkembang, anak ini akan diajarkan bermacam-macam hal oleh orang tuanya. Orang tua yang baik akan menanamkan nilai-nilai positif pada diri anak. Mereka diajarkan untuk meminta sesuatu dengan sopan, tidak mengambil barang yang bukan miliknya, dan bagaimana menghargai orang lain dengan mengucapkan terima kasih. Pada saat itu, karakter diri mereka mulai terbentuk. Anak-anak adalah peniru yang cepat. Mereka akan merekam berbagai hal yang mereka dengar dan saksikan. Karena itu, segala sesuatu yang diberikan pada anak-anak harus diperhatikan dengan baik.
Namun begitu, masih banyak hal yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak, misalnya lingkungan. Anak-anak harus bersentuhan dengan dunia luar untuk belajar bersosialisasi. Anak-anak ini akan semakin banyak menemukan hal-hal baru. Disinilah peran karakterisasi sejak dini, dimana anak-anak yang terus diarahkan untuk bertingkah laku positif kemungkinan besar tidak akan terpengaruh lingkungan yang buruk. Anak tersebut akan memiliki pendirian dan idealisme untuk berbuat hal yang menurutnya baik, benar dan bermanfaat.
Karakterisasi diri sejak dini sangat berguna bagi pembentukan kepribadian muslim yang baik. Karakterisasi dalam Islam adalah bagaimana supaya diri ini bermanfaat bagi orang lain. Islam mengajarkan kita bahwa korupsi adalah perbuatan yang sangat kotor dan dibenci oleh Allah, karena itu jangan dilakukan. Begitu pula dengan perbuatan-perbuatan lain yang lebih baik kita hindari jika memang membawa dampak negatif bagi diri dan orang lain. Dengan pendidikan karakter yang diajarkan dalam Islam, insya Allah negeri ini bisa bangkit menuju kemenangan. Insya Allah.